Balonku ada lima, rupa-rupa warnanya
Hijau Kuning Kelabu, Merah muda dan Biru
Meletus balon Hijau, Dorr!
Hatiku sangat Kacau
Balonku tinggal empat, kupegang erat-erat
Kenapa lagu ini begitu erat pula teringat di benak kita,
siapa yang tidak tahu lagu ini, sewaktu kecil kita selalu dikenalkan dengan
lagu ini. Dan suka. Dan menyanyikan lagi dan lagi.
Saya bawa lagu ini ke zaman sekarang, zaman saya telah
berumur 19tahun dan mengerti konstelasi dunia (bohong! Saya tidak tahu apa itu
konstelasi) lagu ini mengajarkan saya untuk selalu menjaga apa yang kita punya
dan merelakan yang sudah pergi, sedalam itu maknanya.
Semua yang dimiliki akan menghilang. Bukan, bukan seperti
itu. Semua yang kita miliki akan ikut
bertambah tua dengan kita, dan perlahan menghilang. Adakah dari kalian yang
bersama dengan saya baru menyadari bahwa semua orang-orang disekitar kita,
sebenar-benarnya ikut menua bersama dengan kita hari demi hari, melewati siklus
kehidupannya masing-masing. Dan menghilang. Tidak lagi bersama kita
When we are grow up, we forget that our parents also grow
older with us.
Saya masih ingat hari itu. Saya pulang ke rumah ingin menghabiskan
weekend dengan bau rumah yg sangat saya kenali, tidur di kasur terempuk sedunia
yang baru diganti setaun lalu saat Bapak punya rezeki banyak. Bau dapur dan
lengketnya lantai dapur yang selalu saya rindukan, ingin lihat Chanel StarWorld
dan KBS Korea yang baru berumur 2 minggu dipasang dirumah, merasakan lagi
enaknya bersantai dengan sedikit obrolan kaku dan canggung dengan keluarga.
Setidaknya 3hari tanpa terlintasi pikiran kuliah. Sayangnya hari itu ada
hal baru yang saya sadari. Saat menyalami tangan Bapak saat dia menjemput dari turun angkot. Tangannya keriput. Mungkin
karena dia terlalu sering bekerja diluar panasnya Surabaya. Tapi tidak berhenti
disitu ternyata, seharian malas-malasan dirumah saya melihat tangan Mamak juga
keriput, saya bisa melihat wajahnya juga sudah terlihat tanda penuaannya. Sudah
setua inikah orang tua saya? Bukankah masih sama saja seperti dulu saat masih
kelas dua?
When we are grow up, we forget that our parents also grow
older with us.
Seharusnya saya juga sadar bahwa bukan hanya saya yg akan
menjadi dewasa, semua orang pastinya juga. Hanya saja seperti tidak mau
mengakui.
Lalu hari itu datang lagi. Pulang kuliah malam baru sampai kos.
Orangtua yang memang sudah seharusnya bertambah tua itu menelpon saya. Bukan
Bapak, Bapak saya bukan orang yang suka menelpon anaknya. Ditelpon itu,
(seperti biasa) Mamak memulai percakapan dengan basa-basinya bilang bahwa di
Gresik banyak hujan & angin kencang lalu menanyakan apa cuaca serupa juga
terjadi di Malang. Saya jawab seadanya. Jujur dan datar. Tidak tahukah dia
bahwa disamping hujan & angin kencang (yang memang sebenarnya sudah harus
terjadi. Ini Malang. Dan ini musim hujan) anaknya lebih menghawatirkan isi
dompet dan keadaan badan yang sudah tidak searah. (Tambahan. Di hidup saya
telah berlaku hukum semakin sedikit isi dompet saya mengindikasikan bahwa saya
telah semakin menambah pundi-pundi berat badan saya) Di telpon itu sambil
memegang-megang pipi yang sudah sepantasnya bertambah bundar. Mamak (akhirnya)
memulai inti percakapannya. Kakak saya sudah nemu tgl pernikahannya pertengahan
tahun depan dan minta saya membuat list teman yg ingin saya undang. Sederhana
inti perkataannya. Tapi sebenarnya mengejutkan.
Secepat itu semua isi keluarga akan melanjutkan hidupnya
sendiri-sendiri. Meninggalkan suasana dulu yang masih amat ingin saya rasakan
lama. 5 orang berkumpul di rumah, memulai percakapan kaku dan canggung,
menonton tv, sarapan dan makan malam dengan makanan yang setiap hari pedes dan
apa-aja-pokoknya-dengan-sambel, rebutan mandi. Dan segalanya.
Kini satu dari 5 balon saya akan pergi dipakai orang. Dan
bukan berarti 1 balon menyusul dan 2 balon akan ikut pergi, bahkan meletus, selamanya.
Untuk saat ini saya merasakan tidak suka perubahan. Tidak mau siklus itu tiba
dan harus menyadari dengan logis bahwa ini semua memang toh-sudah-seharusnya
terjadi di semua kehidupan.
Perubahan mengagetkan saya yang yang enggan untuk ikut alur
perubahan.
Sekarang
Hati yang meringis, di sore nganggur yang gerimis
pinter nulis ya za.. tulisannya bagus. terus2an nulis ya. biar bisa nambah bahan bacaan :D
ReplyDelete